Sebelumnya, PD Pasar Jaya menganggap klausul serah-terima pengelolaan
setelah kios terjual 95 persen itu tidak jelas. Tidak ada batas waktu
di sana. Kontrak pengelolaan Blok A sejak 2003 itu sendiri seharusnya
berakhir 2008. Tapi kemudian diperpanjang hingga akhir 2009 karena porsi
95 persen itu belum terpenuhi.
Pada April 2011, PD Pasar Jaya memesan audit investigatif Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang mengungkap potensi kerugian bagi
DKI senilai Rp 179 miliar. Atas dasar itulah, PD Pasar Jaya memutus
kontrak yang berbuntut gugatan oleh PT Priamanaya.
Pengadilan juga mengabulkan sebagian rekonvensi (gugatan balik)
PD Pasar Jaya. Majelis hakim menyatakan bahwa perusahaan milik keluarga
Menteri Perumahan Djan Faridz itu juga telah melanggar tata ruang
bangunan dan tidak membayar service charge sebesar 5 persen untuk
kios-kios yang belum terjual selama ini. "Untuk itu, menghukum
Priamanaya untuk membayar pelanggaran tersebut Rp 8,2 miliar."
Menanggapi putusan hakim tersebut, tim kuasa hukum PT Priamanaya
menolak berkomentar. "Anda sudah dengar sendiri apa yang diputuskan
hakim, ya, sudah itu saja," kata seorang di antaranya.
Adapun kuasa hukum PD Pasar Jaya, Taufik Basari, mengatakan akan
mengajukan permohonan banding. Menurut dia, kerugian Rp 179 miliar
adalah aset daerah. "Jangan sampai negara dirugikan," ucapnya.
Di tempat terpisah, sejumlah pedagang di Blok A Tanah Abang
mengeluhkan penurunan kualitas pelayanan selama sengketa terjadi.
Misalnya, mesin penyejuk udara dimatikan lebih cepat dari waktu operasi.
Kebersihan tidak terjaga. "Belakangan kondisi pasar tidak enak," kata
Lina, salah satu pedagang.
AFRILIA SURYANIS | SUTJI DECILYA | ANGGRITA DESYANI
Title
:
Priamanaya Bertahan, DKI Dapat Rp 8 Miliar
Description
:
Sebelumnya, PD Pasar Jaya menganggap klausul serah-terima pengelolaan setelah kios terjual 95 persen itu tidak jelas. Tidak ada batas waktu...